September 12, 2010

empat huruf dimulai dengan M diakhiri dengan F


Karena tanggal 10 kemaren adalah hari lebaran dimana umat Islam merayakan hari kemenangan mereka setelah 30 hari berkutat melawan hawa nafsu, maka Lebaran atau Idul Fitri ini identik dengan kembali ke fitri (bukan bukan fitri yang ada sinetronnya di TV itu) kembali ke keadaan suci dimana kita umat Islam saling memaafkan.

Entah kenapa lebaran tahun ini kurang berkesan buat gw khususnya, bukan karena absennya si baju baru, tapi karena ungkapan maaf punya arti lebih besar di hidup gw sekarang ini. Karena semakin gw besar, semakin gw tumbuh, semakin gw tau mana yang baik dan yang buruk bukan?

Maaf jadi kata yang begitu terlihat simpel tapi padat penuh makna, 4 huruf yang punya makna menghapuskan kesalahan selama 365 hari, kurang hebat apa dia kan. Rasanya kayak buatlah kesalahan, tumpuklah, dan mintalah maaf pada hari lebaran dan semua kesalahan itu akan terhapus dengan sendirinya dengan diterimanya sebuah permintaan maaf. Insane parah, 1 orang aja di tiap negara punya pikiran kayak gitu, bisa hancur dunia.

Terlalu jauh kali ya kalo gw ngomongin dunia, gw cukup melihat lingkungan gw yang tidak begitu besar, lingkungan sosial dengan orang orang yang gw temui setiap harinya. gw lihat mereka di hari Lebaran, bermaaf-maafan dengan senyum tipis tersungging di bibir mereka masing-masing. Besoknya, gw dengar cerita bahwa mereka sudah tidak saling menegur selama beberapa hari, dan setelah lebaran, setelah bermaaf-maafan pun mereka tidak lantas memperbaiki hubungan. Gw yang memperhatikan kejadian ini merasa miris dan bertanya-tanya, jadi salahnya dimana? di ungkapan Maaf hari lebaran yang cuma jadi Tradisi? atau memang ungkapan maaf sudah tidak punya makna sebesar yang gw pikirkan?

Buat gw, maaf itu kata yang tidak bisa didefinisikan dengan kata-kata, maaf itu  bukan penebus segala kesalahan, maaf itu tanda kalau kita tau kita salah, tidak akan ada kata maaf kalau tidak ada kesalahan bukan? 
maaf itu ya ketika gw tau gw salah dan mucul atas kesadaran diri bahwa gw harus tunjukkan kalau gw tau gw salah dan gw akan memperbaikinya. Jadi menurut gw, dibalik kata maaf, harus ada kegiatan memperbaiki kesalahan. Maaf itu buta, dia tidak peduli siapa yang harus meminta dan siapa yang harus memberi, tapi dia bisa memperlihatkan mana yang tulus dan mana yang tidak dengan membuka hati kita. Maaf itu punya makna. Maaf memang tidak seindah kata cinta, tapi dia juga punya rasa. Rasa senang bila mengakhiri suatu masalah, atau rasa kecewa bila masih harus menjadi tameng suatu masalah. 

Maaf, saya memang bukan penulis yang baik, jadi saya akan memperbaikinya untuk jadi lebih baik


Happy Eid fellas ;D

1 comment:

owl said...

Well, you're just thinking too much. LOL.

I do absolutely agree with you with the "sorry" word only said with lips yet the heart. Here i have another case about it.

Last Eid, i shake lots of people hand asking for apologize. Mostly they are my neighbors and long-relation family. We rarely speak to each other. With the few range of relationship communication, automatically we have fewer sin to them, compared to our friends and close family.

To remind, approximately 80% percent of my "halal bihalal" seems not on the target point. It should be my friends and close family that i should put the priority on. But I didn't. I just too dissolved to realize it. It won't happen again though.

That's it, hope you can understand the point. Because i don't. Seems I just talking too much about my self. Wekek.

Another breathtaking post, anyway.